Rabu, 23 April 2014

BAB 2


TAHAJUD

AISYAH radhiyallahu ‘anha menyaksikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW). sholat sampai bengkak kedua kakinya. Maka Aisyah r.a berkata : “ mengapa engkau meakukan hal ini, padahal Allah telah mengampunimu dari segala dosa yang telah lalu dan yang akan datang?”Beliau Saw. bersabda, “tidak layaklah aku menjadi hamba yang bersyukur?” (H.r. Bukhari, dan Muslim).
Subahanallah...”Tidak layaklah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Ibadah Tahajud memang menakjubkan. Terlihat berat pada awal pelaksanaan ketika belum terbiasa, tapi akan menjadi suatu yang ringan , menentramkan, bahkan dapat membuat air mata sang pengamal menitik ketika terlewat mengamalkan pada suatu kesempatan.
Pada Awalnya Wajib
Qumillaila illa qolila. “Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari[1525], kecuali sedikit (daripadanya),
 ([1525]. Sembahyang malam ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. Setelah turunnya ayat ke 20 ini hukumnya menjadi sunat. )” (Q.s. Al Muzzammil [73] : 2).

          Inna sanulqi ‘alaika qoulan sakila.“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (Q.s. Al Muzzammil [73] : 5).

          Ya, amanat yang berat, beban yang sulit, dan perintah-perintah yang membutuhkan tekad yang kuat, serta totalitas yang tinggi. Amanat yang sebelumnya telah di tolah oleh langit dan bumi; keduanya khawatir keduanya tidak mampu mengembannya, lalu beban itu di bebankan di pundak manusia.

          Kemudian, dalam catatan kaki ayat 2 di atas, di jelaskan bahwa “ Sembahyang malam ini mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. Setelah turun ayat ke 20 ini hukumnya menjadi sunah.”

          “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sholat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
           Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepada mu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.
          Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan dirikan sholat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.
          Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan memohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.s. al-Muzzammil [73] : 20.

Kenapa Diubah Menjadi Sunah?
Allah A’lam. Seiring bertambahnya umat dengan beranekaragam sifat, maka Sang Pembuat Syariat mengizinkan perubahan itu. Jika ingin meraba jawabannya, masih ingat kah Isra’ dan Mi’raj yang pada mulanya berisi syariat shalat wajib 50 waktu? Itu karena kasih sayang-Nya yang besar, mengingat kebanyakan manusia lalai. Maka, diberikannya media penjagaan dalam jumlah banyak. Namun, kasih sayang-Nya yang maha murah jualah yang kemudian menjadikan hanya 5 waktu dengan keutamaan 50 wwaktu, mengingat sifat lalai sang makhluk itu  pula. Anugrah sholat untyuk kebaikan manusia itu sendiri dikhawatirkan bisa menjadi beban yang kian memberat dan menambah dosa.
Sebagian orang yang melihat seorang Muslim harus bangun jika masih diwajibkan sampai sekarang pada sepertiga malam akhir, bayangan dan prasangka muncul. Muncullah penilaian seperti ini, “ katanya syariat Islam mudah, tapi istirahat susah!” Allahu A’lam.
Apa pun penilaian seperti diatas, posisi ibadah Tahajud tetap agung. Dalam sebuah riwayat yang di kemukakan Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda,” Shalat sunnah yang utama setelah shalat fardu adalah shalat Tahajud” (H.r. Abu Dawud).

Manfaat Medis Sholat Tahajud
          Dr. Sholeh dalam bukunya terapi Sholat Tahajud  berhasil mengetengahkan sebab ilmiah dari ibadah luar biasa ini. Diilhami dari sabda Nabi,”Shalat Tahajud dapat menghapus dosa, mendatangkan ketenangan, dan menghindarkan diri dari penyakit” (H.r. at-Tarmidzi), maka beliau menggunakan sebagai bahan disertasi, dengan memilih topik khusus tentang hormon kortisol dan kaitannya dengan Shalat Tahajud.

Kortisol
          Apa itu Kortisol? Sebuah diskusi pelik pernah terjadi ketika membahas hormon ini. Pasalnya, beberapa ahli yang terikat komersialisasi produk pelangsing mencap sebagai “hormon jaht” hanya karna salah satu efeknya yang bisa mengakibatkan kegemukan. Selaku Muslim, kita jangan pernah berfikir seperti ini. Untuk kepentingan apa pun juga. Tidak mungkin Sang Khaliq menciptakan sesuatu dengan kesia-siaan, terlebih lagi banyak literatur yang menunjukan berbagai bukti manfaat kortisol.
          “Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Q.s. Ali ‘Imran [3]:191).
          Hormon ini dikenal sebagai hormon stres. Kadang dengan nama inin lebih menguatkan alasan untuk menyalahtafsirkan kostirol sebagai “hormin jahat”. Padahal, fungsi utama justru untuk menangkal dan mempersiapkan tubuh terhadap stres! Sebuah penelitian pada hewan percobaan menunjukan bahwa tiadanya hormon ini justru mengakibatkan hewan tersebut tidak layak hidup, sangat rentan dan lemah terhadap berbagai tekanan dari luar. Boleh jadi hewan ini masih bisa bernafas dan mengatur bagian dalam tubuhnya, tetapi terhadap kendali bagian luar atau lingkungan, sangat labil.
          Kostirol dihasilkan oleh kelenjar di ginjal dengan kontrol dari otak jika stres atau hal yang membuat tubuh memerlukan pelepasan hormon ini terjadi. Fungsi bermacam-macam, tapi yang utama adalah berkaitan dengan pengaturan pembakaran zat-zat gizi serta penggunaannya, yang lazim disebut metabolisme.
Berbicara tentang metabolisme, tidak lepas dari 3 komponen utama, yakni zat gula atau karbohidrat yang banyak terdapat pada nasi serta makanan pokok, kemudian lemak atau lipid pada daging, serta protein. Dari tiga zat ini, kortisol lebih berperan dalam metabolisme karbohidrat, yakni mempercepat glukosa (komponen karbohidrat) ke darah untuk menjamin tersedianya energi untuk menghadapi beban dari luar. Sementara terhadap kedua zat gizi lainnya, kostirol membantu proses perubahan zat tersebut menjadi glukosa yang dalam istilah kedokteran dikenal sebagai glukoneogenesis. Diantaranya terhadap lemak, maka banyak cadangan lemak yang di lepaskan dari jaringannya untuk kemudian di ubah menjadi glukosa. Demikian terhadap protein pada hati dilepaskan untuk kemudian di ubah lagi menjadi glukosa.
Fungsi terakhir inilah yang mempengaruhi bahasan pokok yang di ketengahkan Dr. Sholeh. Preotein merupakan pembentuk sel-sel pertahanan tubuh, ketika fokusnya di arahkan untuk mengubah protein menjadi zat gula, maka akan ada penekanan terhadap perubahan protein ke zat fungsional lainnya. Secara ringkas, Granner dalam Biokimia imun (pertahanan) tubuh, mengakibatkan seseorang rentan terhadap penyakit.

Jadi, memang membahayakah kostirol? Seperti telah disebutkan di atas, kita hendaknya jangan berfikir negatif terlebih dahulu. Allah selaku penciptanya tentu telah memberikan semuanya agar berjalan ideal. Jika ada kerusakan atau ketidaksempurnaan, maka tangan manusialah sebenarnya yang menyebabkannya.
Kortisol dikeluarkan dari kelenjarnya dengan stimulasi otak secara periodik, sehingga membentuk suatu irama ritmis dengan puncak dan lemah tiap harinya.” Coba lihat gambar dibawah ini. Tampak bahwa kapan saat tertinggi hormon kortisol dikeluarkan, dan kapan ia mencapai kadar terendah.”

Konsentrasi Kortisol
              


          Pada gambar diatas terlihat bahwa kadar tertinggi kortisol di capai setelah tengah malam  (dini hari) hingga siang hari.  Inilah hikmah persiapan fisik tiap individu yang secara natural memang akan mengalami banyak tekanan, baik tekanan alam maupun tekanan diri selama insan, sehingga Sang Pencipta yang Maha Penyayang telah menyiapkan kita menghadapi beban itu.

Hubungan Kortisol dan Tahajud
        Lalu apa hubunganmhormon ini dengan ibadah yang paling utama setelah shalat fardhu : Tahajud?
         Terkait dengan irama sirkadian diatas, dapat di pahami bahwa kortisol dibutuhkan untuk melawan stres harian, hanya saja yang dihndari adalah pengaruh negatifnya yang mampu menekan sistem imun yang bisa berakibat seseorang menjadi rentan sakit. Pertanyaannya adalah bagaimana cara kita menurunkan kadarnya secara umum, sehingga kita sehat dengan sistem imun tinggi namun saat yang sama tetap kuat menghadapi tekanan sehari?
          Dengan melibatkan 41 responden siswa SMU Luqmanul Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dr. Moh. Sholeh berhasil mempertahankan disertasinya dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Judul disertasinya “Pengaruh Sholat Tahajud terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi.” Dari 41 siswa tersebut, hanya 23 yang sanggup menjalankan shalat Tahajud selama satu bulan penuh. Setelah di uji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan shalat Tahajud selama dua bulan (ingat hanya 19 yang tersisa dari 41, ini berarti ketahanan mental memang berperan dalam hal ini). Shalat Tahajud dimulai pukul 02:00-03:30 WIB sebanyak 11 rakaat; dua rakaat sebanyak empat kali, ditutup shalat Witir sebanyak tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol 19 siswa tersebut diperiksa di tiga laboratorium di Surabanya.
          Hasilnya: didapatkan kadar hormon kortisol yang stabil dan relatif lebih rendah pada pengamal shalat Tahajud. Ketika di uji kadar sistem sistem imunnya, diperoleh hasil yang bermakna pada uji statistik dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa shalat Tahajud berpengaruh pada peningkatan respons ketahanan tubuh imunologik.
          Lalu apa yang menyebabkan itu terjadi? Dr. Sholeh menjelaskan bahwa shalat Tahajud yang dijalankan dengan tepat, kontinu, khusyuk, iklas mampu menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan memperbaiki suatu mekanisme tubuh dalam mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban mengingat. Tahajud dalam hal ini menjadi salah satu jalannya. Mekanisme ini dikenal dengan coping.
          Respon emosi positif dan coping yang efektif dapat mengurangi rekasi stres. Memang diakui bahwa coping tidak menyelesaikan masalah, tapi menolong subjek mengubah persepsi atau meningkatkan kondisi yang di anggap mengancam. Dengan demikian, dapatkah di pahami bahwa respon emosional positif atau coping yang efektif sebagai dampak langsung shalat Tahajud mampu menghambat pengeluaran kortisol yang berlebihan.
          Untuk melengkapi dan membandingkan temuan Dr. Sholeh, mari kita simak penuturan Dr. Abdullah Azzam berikut ini. “ Aku dan beberapa ikhwan pernah berjumpa dengan salah satu seorang ulama amilin mujahidin yang tidak pernah ketinggalan Qiyamul Lail (shalat Tahajud) walau semalam. Didalamnya beliau membaca satu juz penuh, dan beliau melipatgandakannya pada bulan Ramadhan. Semua itu dengan catatan bahwa beliau sudah lanjut, beliau mengudap penyakit gula, hipertensi, dan beberapa penyakit lainnya. Di belakang beliau, kami waktu itu masih muda yang sengaja menghindar. Padahal, sebenarnya kami bertugas untuk menemani beliau di rumah sakit untuk beberapa hari saja, bukan untuk selamanya.
          Ikhwan yang menetap bersama beliau, tentu saja mengerjakannya secara kontinu setiap malam. Karena itulah suatu hari setelah Syekh keluar dari ujian yang menimpa beliau, aku katakan pada diriku sendiri, “Sesungguhnya, faktor terpenting dari kesuksesan beliau adalah Qiyamul Lail dan shiyam (puasa) yang beliau kerjakan. Meskipun para dokter selalu memperingatkan beliau tentang shiyam yang beliau kerjakan, meskipun beberapa kali beliau mengalami dehidrasi sebagaii akibat dari penyakit gula yang beliau derita.’ Aku katakan pada diriku lagi , ‘Kiranya rahasia kekuatan Syekh dalam menghadapi kebatilan dan rahasia ketegarannya dalam menghadapi berbagai kesulitan dan siksaan di saat umu beliau sudah lebih 50 tahun, mata telah buta, dan beberapa penyakit ganas menggerogoti beliau, kiranya rahasia ini semua adalah Qiyamul Lail.
          Beliau tiada henti memompa kekuatan demi kekuatan bagi hati sehingga tertanamlah semangat yang tinggi dan tekad yang membaja. Anda akan melihat, di dalam tubuh yang lemah dan badan kurus kering, terdapat ‘azam yang dapat meruntuhkan gunung-gunung dan memporak-porandakan benteng pertahanan. Semua karena tadzallul (merendahkan diri) beliau kepada Allah yang terus-menerus. Semua karena kekhusyukan beliau, ketundukan beliau kepada Allah, dan ketakutan beliau hanya kepada Allah saja.”
          Bukti jelas di hadapan. Lalu, masihkah kita memaksa untuk membutakan diri dari padanya? Ayo, segera beramal, Tahajudlah!

Keiklasan
          Apakah semuanya bisa selancar itu? Sebagaimana hadis yang mengilhami Dr. Sholeh di atas (“Shalat Tahajut dapat menghapus dosa, mendatangkan ketenangan, dan menghindarkan diri dari penyakit”), idealnya memang akan didapat hasil yang luar biasa pada tiap individu pengamalannya. Sebagaimana yang ditelaah dalam buku Terapi Shalat Tahajud karya Dr. Sholeh sendiri, sabda Nabi Saw. ini dapat di hubungkan dengan fakta dalam penelitian McCleland yang membuktikan bahwa ketenangan bisa meningkatkan ketahanan tubuh ( sistem imun), mengurangi resiko terrkena penyakit jantung, dan meningkatkan usia harapan hidup.
          Karena itu, bagi kelompok individu yang sakit setelah menjalankan Shalat Tahajud, mungkin berkaitan dengan niat yang tidak iklas. Penyelenggaraan Sholat Tahajud secara terpaksa akan mengakibatkan kegagalan proses adaptasi terhadap perubahan irama sirkadian tersebut.
          Gangguan adaptasi ini tercemin pada sekresi (pengeluaran hormon kortisol yang seharusnya menurun pada malam hari. Namun, karena di malam hari ia dapat beban untuk melakukan Shalat Tahajud, sekresi kortisol tetap tinggi, sehingga terjadi penekanan produksi sistem imun. Akibatnya, terjadilah kondisi pada kelompok pengamal Tahajud seperti ini : menjadi sakit.
          “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan/mengiklaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,   mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (Q.s. al-Bayyinah [98]:5)
          Unik bukan, hanya dengan niat saja terjadi perbedaan hasil yang begitu jauh?!
          Abu Umamah r.a. meriwayatkan bahwa seseorang telah menemui Rasulullah Saw. dan bertanya, “ Bagaimana pendapatmu tentang seorang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian? Apakah ia mendapat pahala?”
          Rasulullah Saw. menjawab,”ia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang tadi mengulangi pertanyaannya yang sama tiga kali, dan Rasulullah Saw. pun menjawab,” ia tidak mendapatkan apa-apa.”.
          Lalu beliau Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. Tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan murni karena-Nya dan mengharap wajah-Nya” (H.r. Abu Dawud, dan an-Nasa’i).
          Umar bin Khathab r.a. berkata: saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya, amalan-amalan itu tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai yang diniatkannya. Barangsiapa niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya kepada dunia yang diinginkannya atau wanita yang yang dinikahinya, hijrahnya pun untuk apa yang ia niatkan”(H.r. Bukhari, dan Muslim).
          Maka, mari kita luruskan niat kita, nbaik awal, di tengah (pada saat beramal), maupun di akhir ( setelah beramal). Semuanya lillahi ta’ala......

Waktu Shalat Tahajud
          Malam hari terbagi dalam tiga bagian. Pembagian ini terkait dengan al-Qur’an surat al-Muzzammil [73] ayat 3 dan 4, “separuh malam, kurang atau lebih.” Merujuk pada penjelasan Departemen Agama RI, apabila diinterpretasikan menurut waktu Indonesia, sepertiga malam pertama kira-kira pukul 22.00-23.00 WIB. Seperdua malam diperkirakan  kira-kira pukul 00.00-01.00 WIB. Sepertiga malam terakhir adalah sekitar pukul 02.00 WIB, atau pukul 03.00 WIB, sampai sebelum fajar atau masuk waktu shalat Subuh. Diantara ketiga waktu ini, sebaik-baiknya adalah sepertiga malam terakhir.
          Pada saat manakah shalat malam yang lebih utama? Abu Dzar r.a. pernah menanyakan hal ini kepada Rasulullah Saw. Maka, beliau Saw. bersabda, “ Pada tengah malam yang terakhir, tapi sedikit sekali yang suka mengerjakannya” (H.r. Ahmad).
          Amr Ibnu Abbas berkata: Saya mendengar Nabi Saw.  bersabda: “Sedekat-dekatnya hamba kepada Allah Swt., ialah di tengah malam yang terakhir, maka jika engkau trmasuk golongan orang-orang yang berzikir kepada Allah Swt. Pada waktu itu usahakanla!”(H.r. al-Hakim).
          Tuhan kita,’Azza wa jalla, tiap malam turun kelangit dunia pada sepertiga malam yang terakhir. Pada saat itulah Allah Swt. Berfirman :”Barang siapa yang berdo’a kepada-Ku pasti Ku-kabulkan, barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku, pasti Ku-ampuni”(H.r. Jamaah).
          Begitu segarnya hari ini, kuawali hidup dengan sujud ikhlas pada-Nya, sementara janji-Nya pasti. Insya Allah kesuksesan telah tergenggam.

          Disaat masih banyak manusia lalai dan terlelap. Terimalah ketundukanku ini ya Rabb...

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar