TAHAJUD
AISYAH radhiyallahu
‘anha menyaksikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW). sholat
sampai bengkak kedua kakinya. Maka Aisyah r.a berkata : “ mengapa engkau
meakukan hal ini, padahal Allah telah mengampunimu dari segala dosa yang telah
lalu dan yang akan datang?”Beliau Saw. bersabda, “tidak layaklah aku menjadi
hamba yang bersyukur?” (H.r. Bukhari, dan Muslim).
Subahanallah...”Tidak
layaklah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Ibadah Tahajud
memang menakjubkan. Terlihat berat pada awal pelaksanaan ketika belum terbiasa,
tapi akan menjadi suatu yang ringan , menentramkan, bahkan dapat membuat air
mata sang pengamal menitik ketika terlewat mengamalkan pada suatu kesempatan.
Pada Awalnya
Wajib
Qumillaila illa qolila. “Bangunlah
(untuk sembahyang) di malam hari[1525], kecuali sedikit
(daripadanya),
([1525]. Sembahyang malam ini
mula-mula wajib, sebelum turun ayat ke 20
dalam surat ini. Setelah turunnya ayat ke 20 ini
hukumnya menjadi sunat. )” (Q.s. Al Muzzammil [73] : 2).
Inna sanulqi ‘alaika
qoulan sakila.“Sesungguhnya
Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (Q.s. Al Muzzammil [73] : 5).
Ya, amanat yang berat, beban yang sulit, dan perintah-perintah yang
membutuhkan tekad yang kuat, serta totalitas yang tinggi. Amanat yang
sebelumnya telah di tolah oleh langit dan bumi; keduanya khawatir keduanya
tidak mampu mengembannya, lalu beban itu di bebankan di pundak manusia.
Kemudian, dalam catatan kaki
ayat 2 di atas, di jelaskan bahwa “ Sembahyang malam ini mula-mula wajib,
sebelum turun ayat ke 20 dalam surat ini. Setelah turun ayat ke 20 ini hukumnya
menjadi sunah.”
“Sesungguhnya Tuhanmu
mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sholat) kurang dari dua pertiga malam, atau
seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali
tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan
kepada mu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.
Dia mengetahui bahwa akan
ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka
bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang
di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan dirikan
sholat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang
baik.
Dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan
memohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Q.s. al-Muzzammil [73] : 20.
Kenapa Diubah Menjadi Sunah?
Allah A’lam. Seiring bertambahnya umat dengan beranekaragam sifat, maka Sang
Pembuat Syariat mengizinkan perubahan itu. Jika ingin meraba jawabannya, masih
ingat kah Isra’ dan Mi’raj yang pada mulanya berisi syariat shalat wajib 50
waktu? Itu karena kasih sayang-Nya yang besar, mengingat kebanyakan manusia
lalai. Maka, diberikannya media penjagaan dalam jumlah banyak. Namun, kasih
sayang-Nya yang maha murah jualah yang kemudian menjadikan hanya 5 waktu dengan
keutamaan 50 wwaktu, mengingat sifat lalai sang makhluk itu pula. Anugrah sholat untyuk kebaikan manusia
itu sendiri dikhawatirkan bisa menjadi beban yang kian memberat dan menambah
dosa.
Sebagian orang
yang melihat seorang Muslim harus bangun jika masih diwajibkan sampai sekarang
pada sepertiga malam akhir, bayangan dan prasangka muncul. Muncullah penilaian
seperti ini, “ katanya syariat Islam mudah, tapi istirahat susah!” Allahu
A’lam.
Apa pun
penilaian seperti diatas, posisi ibadah Tahajud tetap agung. Dalam sebuah
riwayat yang di kemukakan Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda,” Shalat
sunnah yang utama setelah shalat fardu adalah shalat Tahajud” (H.r. Abu Dawud).
Manfaat Medis Sholat Tahajud
Dr. Sholeh dalam bukunya terapi Sholat Tahajud berhasil mengetengahkan sebab ilmiah dari
ibadah luar biasa ini. Diilhami dari sabda Nabi,”Shalat Tahajud dapat
menghapus dosa, mendatangkan ketenangan, dan menghindarkan diri dari penyakit”
(H.r. at-Tarmidzi), maka beliau menggunakan sebagai bahan disertasi, dengan
memilih topik khusus tentang hormon kortisol dan kaitannya dengan Shalat
Tahajud.
Kortisol
Apa itu Kortisol? Sebuah diskusi pelik pernah terjadi ketika
membahas hormon ini. Pasalnya, beberapa ahli yang terikat komersialisasi produk
pelangsing mencap sebagai “hormon jaht” hanya karna salah satu efeknya yang
bisa mengakibatkan kegemukan. Selaku Muslim, kita jangan pernah berfikir seperti
ini. Untuk kepentingan apa pun juga. Tidak mungkin Sang Khaliq menciptakan
sesuatu dengan kesia-siaan, terlebih lagi banyak literatur yang menunjukan
berbagai bukti manfaat kortisol.
“Yaitu
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Q.s. Ali ‘Imran
[3]:191).
Hormon ini dikenal sebagai hormon stres. Kadang dengan nama inin
lebih menguatkan alasan untuk menyalahtafsirkan kostirol sebagai “hormin
jahat”. Padahal, fungsi utama justru untuk menangkal dan mempersiapkan tubuh
terhadap stres! Sebuah penelitian pada hewan percobaan menunjukan bahwa
tiadanya hormon ini justru mengakibatkan hewan tersebut tidak layak hidup,
sangat rentan dan lemah terhadap berbagai tekanan dari luar. Boleh jadi hewan
ini masih bisa bernafas dan mengatur bagian dalam tubuhnya, tetapi terhadap kendali
bagian luar atau lingkungan, sangat labil.
Kostirol dihasilkan
oleh kelenjar di ginjal dengan kontrol dari otak jika stres atau hal yang
membuat tubuh memerlukan pelepasan hormon ini terjadi. Fungsi bermacam-macam,
tapi yang utama adalah berkaitan dengan pengaturan pembakaran zat-zat gizi
serta penggunaannya, yang lazim disebut metabolisme.
Berbicara tentang metabolisme, tidak lepas dari 3 komponen utama,
yakni zat gula atau karbohidrat yang banyak terdapat pada nasi serta makanan
pokok, kemudian lemak atau lipid pada daging, serta protein. Dari tiga zat ini,
kortisol lebih berperan dalam metabolisme karbohidrat, yakni mempercepat
glukosa (komponen karbohidrat) ke darah untuk menjamin tersedianya energi untuk
menghadapi beban dari luar. Sementara terhadap kedua zat gizi lainnya, kostirol
membantu proses perubahan zat tersebut menjadi glukosa yang dalam istilah
kedokteran dikenal sebagai glukoneogenesis. Diantaranya terhadap lemak,
maka banyak cadangan lemak yang di lepaskan dari jaringannya untuk kemudian di
ubah menjadi glukosa. Demikian terhadap protein pada hati dilepaskan untuk
kemudian di ubah lagi menjadi glukosa.
Fungsi terakhir inilah yang mempengaruhi bahasan pokok yang di
ketengahkan Dr. Sholeh. Preotein merupakan pembentuk sel-sel pertahanan tubuh,
ketika fokusnya di arahkan untuk mengubah protein menjadi zat gula, maka akan
ada penekanan terhadap perubahan protein ke zat fungsional lainnya. Secara
ringkas, Granner dalam Biokimia imun (pertahanan) tubuh, mengakibatkan
seseorang rentan terhadap penyakit.
Jadi, memang membahayakah kostirol? Seperti telah disebutkan di
atas, kita hendaknya jangan berfikir negatif terlebih dahulu. Allah selaku
penciptanya tentu telah memberikan semuanya agar berjalan ideal. Jika ada
kerusakan atau ketidaksempurnaan, maka tangan manusialah sebenarnya yang
menyebabkannya.
Kortisol dikeluarkan dari kelenjarnya dengan stimulasi otak secara
periodik, sehingga membentuk suatu irama ritmis dengan puncak dan lemah tiap
harinya.” Coba lihat gambar dibawah ini. Tampak bahwa kapan saat tertinggi
hormon kortisol dikeluarkan, dan kapan ia mencapai kadar terendah.”
Konsentrasi
Kortisol
Pada gambar diatas
terlihat bahwa kadar tertinggi kortisol di capai setelah tengah malam (dini hari) hingga siang hari. Inilah hikmah persiapan fisik tiap individu
yang secara natural memang akan mengalami banyak tekanan, baik tekanan alam
maupun tekanan diri selama insan, sehingga Sang Pencipta yang Maha Penyayang
telah menyiapkan kita menghadapi beban itu.
Hubungan Kortisol dan Tahajud
Lalu apa hubunganmhormon ini dengan ibadah yang paling utama
setelah shalat fardhu : Tahajud?
Terkait dengan irama
sirkadian diatas, dapat di pahami bahwa kortisol dibutuhkan untuk melawan stres
harian, hanya saja yang dihndari adalah pengaruh negatifnya yang mampu menekan
sistem imun yang bisa berakibat seseorang menjadi rentan sakit. Pertanyaannya
adalah bagaimana cara kita menurunkan kadarnya secara umum, sehingga kita sehat
dengan sistem imun tinggi namun saat yang sama tetap kuat menghadapi tekanan
sehari?
Dengan melibatkan 41
responden siswa SMU Luqmanul Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dr.
Moh. Sholeh berhasil mempertahankan disertasinya dalam bidang ilmu kedokteran
pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Judul disertasinya
“Pengaruh Sholat Tahajud terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh
Imunologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi.” Dari 41 siswa tersebut,
hanya 23 yang sanggup menjalankan shalat Tahajud selama satu bulan penuh.
Setelah di uji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan shalat Tahajud selama dua
bulan (ingat hanya 19 yang tersisa dari 41, ini berarti ketahanan mental memang
berperan dalam hal ini). Shalat Tahajud dimulai pukul 02:00-03:30 WIB sebanyak
11 rakaat; dua rakaat sebanyak empat kali, ditutup shalat Witir sebanyak tiga
rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol 19 siswa tersebut diperiksa di tiga
laboratorium di Surabanya.
Hasilnya: didapatkan
kadar hormon kortisol yang stabil dan relatif lebih rendah pada pengamal shalat
Tahajud. Ketika di uji kadar sistem sistem imunnya, diperoleh hasil yang
bermakna pada uji statistik dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa shalat Tahajud berpengaruh pada peningkatan respons ketahanan
tubuh imunologik.
Lalu apa yang
menyebabkan itu terjadi? Dr. Sholeh menjelaskan bahwa shalat Tahajud yang
dijalankan dengan tepat, kontinu, khusyuk, iklas mampu menumbuhkan persepsi dan
motivasi positif dan memperbaiki suatu mekanisme tubuh dalam mengatasi
perubahan yang dihadapi atau beban mengingat. Tahajud dalam hal ini menjadi
salah satu jalannya. Mekanisme ini dikenal dengan coping.
Respon emosi positif dan coping yang efektif dapat
mengurangi rekasi stres. Memang diakui bahwa coping tidak menyelesaikan
masalah, tapi menolong subjek mengubah persepsi atau meningkatkan kondisi yang
di anggap mengancam. Dengan demikian, dapatkah di pahami bahwa respon emosional
positif atau coping yang efektif sebagai dampak langsung shalat Tahajud
mampu menghambat pengeluaran kortisol yang berlebihan.
Untuk melengkapi dan
membandingkan temuan Dr. Sholeh, mari kita simak penuturan Dr. Abdullah Azzam
berikut ini. “ Aku dan beberapa ikhwan pernah berjumpa dengan salah satu
seorang ulama amilin mujahidin yang tidak pernah ketinggalan Qiyamul
Lail (shalat Tahajud) walau semalam. Didalamnya beliau membaca satu juz
penuh, dan beliau melipatgandakannya pada bulan Ramadhan. Semua itu dengan
catatan bahwa beliau sudah lanjut, beliau mengudap penyakit gula, hipertensi,
dan beberapa penyakit lainnya. Di belakang beliau, kami waktu itu masih muda
yang sengaja menghindar. Padahal, sebenarnya kami bertugas untuk menemani
beliau di rumah sakit untuk beberapa hari saja, bukan untuk selamanya.
Ikhwan yang menetap
bersama beliau, tentu saja mengerjakannya secara kontinu setiap malam. Karena
itulah suatu hari setelah Syekh keluar dari ujian yang menimpa beliau, aku
katakan pada diriku sendiri, “Sesungguhnya, faktor terpenting dari kesuksesan
beliau adalah Qiyamul Lail dan shiyam (puasa) yang beliau
kerjakan. Meskipun para dokter selalu memperingatkan beliau tentang shiyam yang
beliau kerjakan, meskipun beberapa kali beliau mengalami dehidrasi sebagaii
akibat dari penyakit gula yang beliau derita.’ Aku katakan pada diriku lagi ,
‘Kiranya rahasia kekuatan Syekh dalam menghadapi kebatilan dan rahasia
ketegarannya dalam menghadapi berbagai kesulitan dan siksaan di saat umu beliau
sudah lebih 50 tahun, mata telah buta, dan beberapa penyakit ganas menggerogoti
beliau, kiranya rahasia ini semua adalah Qiyamul Lail.
Beliau tiada henti
memompa kekuatan demi kekuatan bagi hati sehingga tertanamlah semangat yang
tinggi dan tekad yang membaja. Anda akan melihat, di dalam tubuh yang lemah dan
badan kurus kering, terdapat ‘azam yang dapat meruntuhkan gunung-gunung
dan memporak-porandakan benteng pertahanan. Semua karena tadzallul (merendahkan
diri) beliau kepada Allah yang terus-menerus. Semua karena kekhusyukan beliau,
ketundukan beliau kepada Allah, dan ketakutan beliau hanya kepada Allah saja.”
Bukti jelas di
hadapan. Lalu, masihkah kita memaksa untuk membutakan diri dari padanya? Ayo,
segera beramal, Tahajudlah!
Keiklasan
Apakah semuanya bisa selancar itu? Sebagaimana hadis yang
mengilhami Dr. Sholeh di atas (“Shalat Tahajut dapat menghapus dosa,
mendatangkan ketenangan, dan menghindarkan diri dari penyakit”), idealnya
memang akan didapat hasil yang luar biasa pada tiap individu pengamalannya.
Sebagaimana yang ditelaah dalam buku Terapi Shalat Tahajud karya Dr.
Sholeh sendiri, sabda Nabi Saw. ini dapat di hubungkan dengan fakta dalam
penelitian McCleland yang membuktikan bahwa ketenangan bisa meningkatkan
ketahanan tubuh ( sistem imun), mengurangi resiko terrkena penyakit jantung,
dan meningkatkan usia harapan hidup.
Karena itu, bagi
kelompok individu yang sakit setelah menjalankan Shalat Tahajud, mungkin
berkaitan dengan niat yang tidak iklas. Penyelenggaraan Sholat Tahajud secara
terpaksa akan mengakibatkan kegagalan proses adaptasi terhadap perubahan irama
sirkadian tersebut.
Gangguan adaptasi
ini tercemin pada sekresi (pengeluaran hormon kortisol yang seharusnya menurun
pada malam hari. Namun, karena di malam hari ia dapat beban untuk melakukan
Shalat Tahajud, sekresi kortisol tetap tinggi, sehingga terjadi penekanan
produksi sistem imun. Akibatnya, terjadilah kondisi pada kelompok pengamal
Tahajud seperti ini : menjadi sakit.
“Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan/mengiklaskan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (Q.s. al-Bayyinah [98]:5)
Unik bukan, hanya
dengan niat saja terjadi perbedaan hasil yang begitu jauh?!
Abu Umamah r.a.
meriwayatkan bahwa seseorang telah menemui Rasulullah Saw. dan bertanya, “
Bagaimana pendapatmu tentang seorang yang berperang untuk mendapatkan upah dan
pujian? Apakah ia mendapat pahala?”
Rasulullah Saw.
menjawab,”ia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang tadi mengulangi pertanyaannya
yang sama tiga kali, dan Rasulullah Saw. pun menjawab,” ia tidak mendapatkan
apa-apa.”.
Lalu beliau Saw.
bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. Tidak menerima suatu amal, kecuali jika
dikerjakan murni karena-Nya dan mengharap wajah-Nya” (H.r. Abu Dawud, dan
an-Nasa’i).
Umar bin Khathab r.a. berkata: saya pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: “Sesungguhnya, amalan-amalan itu tergantung kepada niat, dan
setiap orang akan mendapatkan sesuai yang diniatkannya. Barangsiapa niat
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya kepada dunia
yang diinginkannya atau wanita yang yang dinikahinya, hijrahnya pun untuk apa
yang ia niatkan”(H.r. Bukhari, dan Muslim).
Maka, mari kita luruskan niat kita, nbaik awal, di tengah (pada
saat beramal), maupun di akhir ( setelah beramal). Semuanya lillahi
ta’ala......
Waktu Shalat Tahajud
Malam hari terbagi
dalam tiga bagian. Pembagian ini terkait dengan al-Qur’an surat al-Muzzammil
[73] ayat 3 dan 4, “separuh malam, kurang atau lebih.” Merujuk pada
penjelasan Departemen Agama RI, apabila diinterpretasikan menurut waktu
Indonesia, sepertiga malam pertama kira-kira pukul 22.00-23.00 WIB. Seperdua
malam diperkirakan kira-kira pukul
00.00-01.00 WIB. Sepertiga malam terakhir adalah sekitar pukul 02.00 WIB, atau
pukul 03.00 WIB, sampai sebelum fajar atau masuk waktu shalat Subuh. Diantara
ketiga waktu ini, sebaik-baiknya adalah sepertiga malam terakhir.
Pada saat manakah
shalat malam yang lebih utama? Abu Dzar r.a. pernah menanyakan hal ini kepada
Rasulullah Saw. Maka, beliau Saw. bersabda, “ Pada tengah malam yang
terakhir, tapi sedikit sekali yang suka mengerjakannya” (H.r. Ahmad).
Amr Ibnu Abbas berkata: Saya mendengar Nabi Saw. bersabda: “Sedekat-dekatnya hamba kepada
Allah Swt., ialah di tengah malam yang terakhir, maka jika engkau trmasuk
golongan orang-orang yang berzikir kepada Allah Swt. Pada waktu itu
usahakanla!”(H.r. al-Hakim).
Tuhan kita,’Azza wa
jalla, tiap malam turun kelangit dunia pada sepertiga malam yang terakhir. Pada
saat itulah Allah Swt. Berfirman :”Barang siapa yang berdo’a kepada-Ku pasti
Ku-kabulkan, barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku, pasti Ku-ampuni”(H.r.
Jamaah).
Begitu segarnya hari
ini, kuawali hidup dengan sujud ikhlas pada-Nya, sementara janji-Nya pasti.
Insya Allah kesuksesan telah tergenggam.
Disaat masih banyak
manusia lalai dan terlelap. Terimalah ketundukanku ini ya Rabb...
Sumber :